Sejarah Pesantren di Indonesia
Sejarah Pesantren di Indonesia
Pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad. Nurcholis Madjid dalam buku beliau yang berjudul Bilik-Bilik Pesantren (Paramadina-Jakarta, 1997) menyebutkan, bahwa pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur yaitu Santri, Kyai, dan Asrama. A. SEJARAH PESANTREN TEBU IRENG Pondok Pesantren Tebu ireng didirikan oleh Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Beliau dilahirkan pada hari Selasa Kliwon tanggal 24 Dzul Qa’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Kelahiran beliau berlangsung di rumah kakeknya, Kyai Utsman, di lingkungan Pondok Pesantren Gedang Jombang. Hasyim kecil tumbuh dibawah asuhan ayah, ibu dan kakeknya di Gedang. Dan seperti lazimnya anak kyai pada saat itu, Hasyim tak puas hanya belajar kepada ayahnya, pada usia 15 tahun ia pergi ke Pondok Pesantren Wonokoyo Pasuruan lalu pindah ke Pondok Pesantren Langitan Tuban dan ke Pondok Pesantren Tenggilis Surabaya. Mendengar bahwa di Madura ada seorang kyai yang masyhur, maka setelah menyelesaikan belajarnya di Pesantren Tenggilis ia berangkat ke Madura untuk belajar pada Kyai Muhammad Kholil. Dan masih banyak lagi tempat Hasyim menimba ilmu pengetahuan agama, hingga ahirnya beliau diambil menantu oleh salah satu gurunya yaitu Kyai Ya’qub, pada usia 21 tahun Hasyim dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nafisah pada tahun 1892. Selanjutnya bersama mertua dan isterinya yang sedang hamil pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sambil menuntut ilmu. Namun musibah seakan menguji ketabahannya, karena tidak lama istrinya tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. kesedihan itu semakin bertumpuk, lantaran empat puluh hari kemudian buah hatinya, Abdullah, wafat mengikuti ibunya. Selama di Mekkah, Hasyim muda berguru kepada banyak ulama’ besar yaitu Syekh Syuaib bin Abdurrahman, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Turmusi dan Syekh Muhammad Minangkabau dan masih banyak lagi ulama’ besar lainnya. Sejak pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren terkemuka dan bahkan ke tanah suci Mekkah, beliau ingin mengamalkan ilmu yang telah beliau dapatkan. Akhirnya beliau mendirikan pondok pesantren yang diberi nama pondok pesantren Tebu ireng. Pondok pesantren Tebu ireng merupakan nama dari sebuah dusun kecil yang masuk wilayah Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Propinsi Jawa Timur. Pondok pesantren Tebu ireng terletak didelapan kilometer selatan kota Jombang, tepatnya berada di tepi jalan raya jurusan Jombang – Kediri. Menurut cerita masyarakat setempat, nama Tebu ireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ketika itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning (bule atau albino). Suatu hari, kerbau tersebut menghilang. Setelah dicari kian kemari, menjelang senja baru ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kulit kerbau yang semula kuning berubah hitam. Peristiwa mengejutklan ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak “kebo ireng …! kebo ireng …!. Sejak itu, dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “Kebo Ireng”. Namun ada versi lain yang menuturkan bahwa nama Tebu ireng bukan berasal dari kebo ireng seperti cerita di atas, tetapi diambil dari seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut. Namun pada perkembangan selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah menjadi Tebu ireng. Tidak diketahui dengan pasti apakah karena itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut yang telah banyak mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi Tebu ireng. Tebu ireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan semua perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa dari pesantren kakeknya (Gedang) pada tahun 1899 M. secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik, semua perilaku negatif masyarakat di Tebuireng terkikis habis dalam masa yang relatif singkat dan santri yang mulanya hanya beberapa orang dalam beberapa bulan saja jumlahnya meningkat menjadi 28 orang. Awal mula kegiatan dakwah Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa: gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang beliau beli dari seorang dalang terkenal. Satu ruang depan untuk kegiatan pengajian, sementara yang belakang sebagai tempat tinggal Kyai Hasyim Asy’ari bersama istri tercinta Ibu Nyai Khodijah.Tentu saja dakwah Kyai Hasyim Asy’ari tidak begitu saja memperoleh sambutan baik dari penduduk setempat. Tantangan demi tantangan yang tidak ringan dari penduduk setempat datang silih berganti, para santri hampir setiap malam selalu mendapat tekanan fisik berupa senjata celurit dan pedang. Kalau tidak waspada, bisa saja diantara santri terluka karena bacokan. Bahkan untuk tidur para santri harus bergerombol menjauh dari dinding bangunan pondok yang hanya terbuat dari bambu itu agar terhindar dari jangkauan tangan kejam para penjahat. Dan gangguan yang sampai dua setengah tahun lebih itu masih terus saja berlanjut, hingga Kyai Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirim utusan ke Cirebon guna mencari bantuan berbagai macam ilmu kanuragan kepada 5 kyai yaitu Kyai Saleh Benda, Kyai Abdullah Pangurangan, Kyai Syamsuri Wanatara, Kyai Abdul Jamil Buntet dan Kyai Saleh Benda Kerep. Dari kelima kyai itulah Kyai Hasyim Asy’ari belajar silat selama kurang lebih 8 bulan. Dan sejak itulah semakin mantap keberanian Kyai Hasim Asy’ari untuk melakukan ronda sendirian pada malam hari menjaga keamanan dan ketenteraman para santri. Dengan perjuangan gigih tak kenal menyerah Kyai Hasyim Asy’ari akhirnya berhasil membasmi kejahatan dan kemaksiatan yang telah demikian kentalnya di Tebu ireng. Pesantren tebu ireng mempunyai peranan besar dalam dunia pendidikan di Indonesia Salah satu bukti terbaiknya adalah pondok pesantren tebu ireng telah melahirkan beberapa tokoh besar seperti mantan presiden RI, Gus Dur. Keberadaan Pondok Pesantren Tebu ireng semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas. Dalam perjalanan sejarahnya, hingga kini Pesantren Tebu ireng telah mengalami 7 kali periode kepemimpinan. Secara singkat, periodisasi kepemimpinan Tebuireng sebagai berikut : 1.Periode I : KH. Muhammad Hasyim Asy’ari : 1899 – 1947 2.periode II : KH. Abdul Wahid Hasyim : 1947 – 1950 3.Periode III : KH. Abdul Karim Hasyim : 1950 – 1951 4.Periode IV : KH. Achmad Baidhawi : 1951 – 1952 5.Periode V : KH. Abdul Kholik Hasyim : 1953 – 1965 6.Periode VI : KH. Muhammad Yusuf Hasyim : 1965 – 2006 7.Periode VII : KH. Salahuddin Wahid : 2006 - sekarang | ||
Pondok Pesantren
Dalam buku Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia mengatakan, yang mula-mula mengadakan Pondok Pesantren itu ialah Maulana Malik Ibrahim. Di Pondok Pesantren itulah beliau mendidik guruguru agama dan mubaligh-mubaligh Islam yang menyiarkan agama Islam ke seluruh pulau Jawa.
Biasanya, pesantren terdiri dari sekumpulan pondok (surau kecil-kecil) yang terletak dekat sebuah masjid. Pondok-pondok itu didirikan dengan uang wakaf atau sedekah yang diberikan orangorang yang mampu, bahkan ada juga dengan kemauan dan ongkos sendiri dari santri-santri sendiri, memasak sendiri, mencuci sendiri dan mengurus hal ihwal sendiri. Bahan-bahan keperluan hidup seperti beras dan sebagainya mereka bawa dari kampung sendiri.
Tidak mudah untuk melacak asal-usul pesantren di Indonesia. Ini selain datanya tergolong langka, juga karena penelitian tentang sejarah awal pesantren selama ini hasilnya masih diperdebatkan. Mengacu pada hasil pendataan Departemen Agama23 tahun 1984-1985, pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 M dengan nama Jan Tampes II di Pamekasan Madura.
Nama tersebut sekaligus mengundang tanda tanya tentang dugaan adanya pesantren Jan Tampes I sebagai pesantren yang lebih tua lagi. Menurut Mahpuddin Noor sebagaimana dikutip Steenbrink (1974:21), dilihat dari segi terminologis, sistem dan bentuknya, patut diduga bahwa model pendidikan pesantren itu berasal dari India. Sebab sebelum penyebaran Islam ke Indonesia, secara urnum sistem pesantren itu telah dilakukan dalam pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Istilah pesantren sendiri, konsep mengaji, pondok bukan istilah Arab, melainkan dari India. Ini diperkuat pula bahwa sistem pendidikan pesantren ala Indonesia itu tidak dijumpai pada tradisi pendidikan Islam di Mekah. Beberapa kesamaan lainnya dengan tradisi pendidikan Hindu, yaitu seluruh sistem pendidikannya bersifat agama, guru tidak bergaji, penghormatan yang besar terhadap guru, para murid yang pergi meminta-minta ke luar lingkungan pondok dan lokasi pondok yang berada di luar kota serta kebiasaan penyerahan tanah dari negara untuk kepentingan agama, terdapat dalam tradisi Hindu. Beberapa pandangan tadi ditentang oleh Mahmud Yunus.
Menurutnya model pembelajaran yang hanya mengutamakan materi pelajaran agama juga dapat ditemukan di Baghdad ketika menjadi pusat pendidikan dan ibukota wilayah Islam. Begitu juga tradisi penyerahan tanah oleh negara bagi pendidikan agama, dapat ditemukan dalam sistem wakaf. Istilah pondok sendiri diduga juga berasal dari bahasa Arab, funduk yang berarti pesanggrahan atau penginapan. Meskipun begitu, pelabelan Arab sebagai unsur Islam atau bukan Islam merupakan tindakan menyederhanakan persoalan.
Menurut Zamakhsyari Dhafier, persoalan historis tentang asal usul pesantren itu bagaimana pun sulit dilepaskan dari sejarah kedatangan Islam ke Nusantara. Kuat dugaan bahwa Islam mulai diperkenalkan ke kepulauan Nusantara sejak abad ke 7 M oleh para musafir dan pedagang muslim melalui jalur perdagangan. Kemudian sejak abad 11 M, Islam telah mulai masuk ke kota-kota pantai di Nusantara. Selanjutnya beberapa bukti sejarah juga menunjukkan bahwa Islam secara intensif telah menyebar pada abad ke-13 sampai akhir abad 17. Pada masa itu, berdiri pusat-pusat kekuasaan Islam, seperti di Aceh,
Demak, Giri, Ternate, dan Gowa. Dari sinilah Islam tersebar ke seluruh pelosok nusantara melalui pedagang, wali, ulama, mubalig dengan mendirikan pesantren, dayah, dan surau. Sejak itu, Islam praktis telah menggantikan dominasi ajaran Hindu. Bahkan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa telah berhasil mengislamkan hampir sebagian besar masyarakat Jawa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pesantren telah mulai dikenal di bumi Nusantara ini pada periode abad 13-17 M, dan di Jawa terjadi dalam periode 15-16 M. Mengacu data sejarah tentang masuknya Islam ke Nusantara yang bersifat global ini, tentu sangat sulit untuk memastikan dengan tepat kapan dan di mana pesantren pertama didirikan. Sangat mungkin bahwa pesantren telah ada di Nusantara sejak
300-400 tahun yang lalu. Ini sekaligus semakin meneguhkan bahwa
Hindu. Kemudian setelah Islam tersebar luas di Nusantara, bentuk lembaga pendidikan keagamaan itu tetap berkembang dan isinya diubah dengan pengajaran agama Islam, yang kemudian disebut pesantren.
Menurut Clifford Geertz dalam bukunya Islam Observed mengemukakan, Islam masuk ke Indonesia secara sistematis baru pada abad ke 14, berpapasan dengan suatu kebudayaan besar yang telah menciptakan suatu sistem politik, nilai-nilai estetika dan kehidupan sosial keagamaan yang sangat maju.
Kehadiran orang-orang Barat di kepulauan Indonesia, lembagalembaga pendidikan ini tetap bertahan dengan jiwa dan semangat kemandiriannya, itulah sebutan pesantren, tempat para santri menimba agama Islam. Semasa penjajahan Belanda, lembaga ini tetap hidup dan berkembang di atas kekuatan sendiri dengan kemandiriannya, tidak mendapat bantuan dari pemerintah kolonial Belanda. Bagi pemerintah Belanda, lembaga ini bukan hanya tidak bermanfaat bagi tujuan kolonial, akan tetapi dipandang amat berbahaya, karena Pondok
Pesantren ini tempat persemaian yang amat subur bagi kader-kader yang menentang penjajahan di muka bumi ini.28 Pondok Pesantren pada masa penjajahan, mengalami tekanan amat berat. Hal ini terjadi karena Pondok Pesantren memberikan pengajaran kepada para santrinya tentang cinta tanah air (hubbu al wathan) serta menanamkan sikap patriotik. Walaupun pada dasarnya hanya merupakan lembaga pendidikan keagamaan, namun lembaga ini mengutamakan pembinaan mental spiritual para santrinya. Inilah yang menjadi kekhawatiran para penjajah. Oleh karena itu, tidaklah heran ketika seorang tokoh Belanda, Snouck Horgronje, memandang lembaga pendidikan Pondok Pesantren, kelompok kyai, dan para santri, sesuatu yang amat berbahaya bagi kolonial Belanda. la mernahami benar kekuatan spiritual para kyai dan santri, bersumber dari kitab suci Alquran yang banyak dipelajari di pesantren-pesantren.
Upaya lain pemerintah kolonial Belanda, menawarkan bentuk pendidikan yang modern dalam performa sekolah, yang kemudian sekolah-sekolah kolonial Belanda berkembang menyaingi keberadaan Pondok Pesantren. Namun demikian, Pondok Pesantren tidaklah surut dari permukaan, bahkan semakin berkembang. Apalagi pada saat tumbuhnya berbagai organisasi keagamaan yang berbasiskan pada masyarakat luas, sekaligus menjadi angin segar bagi pertumbuhan dan perkembangan Pondok Pesantren, karena organisasi tersebut mendukung eksistensi Pondok Pesantren.
Eksistensi Pondok Pesantren dari waktu ke waktu masih tetap bertahan, bahkan semakin berkembang hingga ke pelosok pedesaan. Animo masyarakat terhadap lembaga pendidikan Pondok Pesantren sebagai tempat mendidik putra-putrinya menunjukkan angka yang cukup signifikan. Indikatornya adalah setiap Pondok Pesantren di mana pun berada tak pernah luput dari para santri yang semata-mata ingin belajar
agama. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2242089-sejarah-pesantren/#ixzz1rcMKY8lk | ||
SEJARAH PESANTREN
|
Sejarah Peantren
Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu.
Setelah Islam masuk dan tersebar di indonesia,sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India (Karel A Steenbrink, 1986)
Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah pondok berasal dari kata Arab funduq, yang berarti pesangrahan atau penginapan bagi para musafir.
Kata pesantren sendiri berasal dari akar kata santri dengan awalan "Pe"dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Profesor(Zamakhsari;1983) berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji
Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak.
Pondok, Masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan lima elemen dasar yang dapat menjelaskan secara sederhana apa sesungguhnya hakikat pesantren.
Mengapa pesantren dapat survive sampai hari ini Ketika lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional peserti pesantren di Dunia Islam tidak dapat bertahan menghadapi perubahan atau modernitas sistem pendidikannya.
Secara implisit pertanyaan tadi mengisyaratkan bahwa ada tradisi lama yang hidup ditengah-tengah masyarakat Islam dalam segi-segi tertentu masih tetap relevan.
Disamping itu, bertahannya pesantren karena ia tidak hanya identik dengan makna ke-Islaman tetapi karakter eksistensialnya mengandung arti keaslian Indonesia (indigenous). Sebagai indigenous, pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya. Ada satu hipotesa bahwa jika kita tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa ITB, UI, IPB, UGM, UNAIR ataupun lainnya tetapi mungkin namanya Universitas Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan dengan sistem pendidikan di Barat sendiri. Dimana hampir semua Universitas terkenal cikal bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga bila kita tidak pernah dijajah, kebanyakan pesantren tidak akan berada jauh terpencil di pedesaaan seperti kita lihat sekarang.
Dari keterangan sederhana ini saja kita dapat menarik garis linear tentang apa peranan pesantren dan dimana letak pendidikan pesantren dalam masyarakat Indonesia merdeka. Untuk bangsa yang lebih berkepribadian. Gambaran konkretnya dapat dianalogikan sebua pesantren Indonesia (ambil sebagai misal Tebuireng) sebagai sebuah kelanjutan pesantren di Amerika Serikat (ambil sebagai missal "pesantren" yang didirikan oleh pendeta Harvard di dekat Boston): Tebuireng menghasilkan apa yang dapat dilihat oleh bangsa Indonesia sekarang ini. Dan pesantrennya Pendeta Harvard telah tumbuh menjadi universitas yang paling prestigious di Amerika modern. (Nurcholish Majid, 1997).
Kini di tengah-tengah sistem Pendidikan Nasional yang selalu berubah-rubah dalam jeda waktu yang tidak lama, apresiasi masyarakat Islam Indonesia terhadap pesantren makin hari makin besar, pesantren yang asalnya sebagai Rural Based Institusion kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan urban. Lihatlah kemunculan sejumlah pesantren kota seperti di Jakarta, Bandung, Medan,Pekanbaru, Jogjakarta, Malang, Semarang, Ujung Pandang, atau sub-urban Jakarta seperti Parung, Cilangkap. Atau misalnya pesantren yang muncul pada tahun 1980-an seperti Pesantren Darun Najah, Cianjur, dan Ashidiqiyah di Jakarta; Pesantren Nurul hakim, al-Kautsar, Darul Arafah di Medan,mustafawiyyah Purba Baru di Mandiiling-Natal dan ada disekitarnya sekarang,Darul Hadits Hutabaringin,Darul Ikhlas di Dalan-lidang,dan Pesantren Muara Mais, Darul Hikmah di Pekan Baru dll
| ||
Sejarah Pesantren di Indonesia
Sejarah Pesantren di Indonesia
Sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan pondok pesantren tidak lepas dari penyebaran Islam di bumi nusantara, sedangkan asal-usul sistem pendidikan pondok pesantren dikatakan Karel A. Steenberink peneliti asal Belanda berasal dari dua pendapat yang berkembang yaitu; pertama dari tradisi Hindu. Kedua, dari tradisi dunia Islam dan Arab itu sendiri. Pendapat pertama yang menyatakan bahwa pesantren berasal dari tradisi Hindu berargumen bahwa dalam dunia Islam tidak ada system pendidikan pondok dimana para pelajar menginap di suatu tempat tertentu disekitar lokasi guru. I.J. Brugman dan K. Meys yang menyimpulkan dari tradisi pesantren seperti; penghormatan santri kepada kiyai, tata hubungan keduanya yang tidak didasarkan kepada uang, sifat pengajaran yang murni agama dan pemberian tanah oleh Negara kepada para guru dan pendeta. Gejala lain yang menunjukkan azas non-Islam pesantren tidak terdapat di Negara-negara Islam. Pendapat kedua yang menyatakan bahwa system pondok pesantren merupakan tradisi dunia Islam menghadirkan bukti bahwa di zaman Abasiah telah ada model pendidikan pondokan. Muhammad Junus, misalnya mengemukakan bahwa model pembelajaran individual seperti sorogan, serta system pengajaran yang dimulai dengan baljar tata bahasa Arab ditemukan juga di Bagdad ketika menjadi pusat ibu kota pemerintahan Islam. Begitu juga mengenai tradisi penyerahan tanah wakaf oleh penguasa kepada tokoh religious untuk dijadikan pusat keagamaan. Terlepas dari perbedaan para pakar mengenai asal tradisinya, pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Bahkan kita bisa mengatakan bahwa pesantren adalah warisan budaya para pendahulu. Jika pun tradisi pesantren berasal dari Hindu-India atau Arab-Islam, bentuk serta corak pesantren Indonesia memiliki ciri khusus yang dengannya kita bisa menyatakan bahwa pesantren Indonesia adalah asli buatan Indonesia, indigenous. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa sejarah pesantren setua sejarah penyebaran Islam di Indonesia. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah siapa tokoh yang pertama kali mengakflikasikan system pendidikan pesantren di Indonesia? Nama Maulana Malik Ibrahim pioneer Wali Songo disebut sebagai tokoh pertama yang mendirikan pesantren. Maulana Malik Ibrahim atau lebih terkenal sebagai Sunan Gresik adalah seorang ulama kelahiran Samarkand, ayahnya Maulana Jumadil Kubro keturunan kesepuluh dari Husein bin Ali. Pada tahun 1404 M, Maulana Malik Ibrahim singgah di desa Leran Gresik Jawa Timur setelah sebelumnya tingal selama 13 tahun di Champa. Perjalanan Maulana Malik Ibrahin dari Champa ke Jawa adalah untuk mendakwahkan agama Islam kepada para penduduknya. Di Jawa, beliau memulai hidup dengan membuka warung yang menjual rupa-rupa makanan dengan harga murah. Untuk melakukan proses pendekatan terhadap warga, Maulana Malik Ibrahim juga membuka praktek ketabiban tanpa bayaran. Kedermawanan serta kebaikan hati, pedagang pendatang ini membuat banyak warga bersimpati kemudian menyatakan masuk Islam dan berguru ilmu agama kepadanya. Pengikut Sunan Gresik semakin hari semakin bertambah sehingga rumahnya tidak sanggup menampung murid-murid yang datang untuk belajar ilmu agama Islam. Menyadari hal ini, Maulana Malik Ibrahim yang juga dikenal sebagai Kakek Bantal mulai mendirikan bangunan untuk murid-muridnya menuntut ilmu. Inilah yang menjadi cikal bakal pesantren di Indonesia. Meski begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Ia mendirikan pesantren pertama di Kembang Kuning kemudian pindah ke Ampel Denta, Surabaya dan mendirikan pesantren kedua di sana.[5] Dari pesantren Ampel Denta ini lahir santri-santri yang kemudian mendirikan pesantren di daerah lain, diantaranya adalah Syekh Ainul Yakin yang mendirikan pesantren di desa Sidomukti, Selatan Gresik dan Maulana makdum Ibrahim yang mendirikan pesantren di Tuban. | ||
Pesantren
Pesantren, pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab.. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebutsekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasa Islamia.
Sejarah umum
Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai.Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan.
Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.
Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh (pesantren disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa(Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.
Definisi pesantren
Etimologi
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri.Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Peranan
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran social). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.
Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU. Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.
Jenis pesantren
Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren Salaf dan pesantren Modern, pesantren Salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan Pendidikan Agama sedangkan Pesantren Modern menggunakan system pengajaran pendidikan umum atau Kurikulum.
Pesantren salafi
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
Pesantren modern
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Cabang pesantren induk
Terdapat pula suatu pondok pesantren induk yang mempunyai cabang di daerah lain, dan biasanya dikelola oleh alumni pondok pesantren induk tersebut. Sebagai contoh, Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur mempunyai cabang pondok alumi, antara lain:
§ Pondok Modern Arrisalah di Slahung, yang dipimpin oleh KH Ma'sum Yusuf.
§ Pondok Modern Assalam Sukabumi di Sukabumi Jawa Barat yang dipimpin oleh K.Badrusyamsi, M.Pd.
Modernisasi pesantren
Sebab-sebab terjadinya moderenisasi Pesantren daiantaranya: Pertama, munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai di tadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat tiu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemukan sebagai wancana public. Kedua: kian mengemukannya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. Ketiga, terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. Keempat, dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Salah satu dari keempat faktor tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.
Tokoh nasional
Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam. Alumni pondok pesantren umumnya telah bertebaran di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa alumnus pesantren juga telah berkiprah di pentas nasional, yang terkenal antara lain:
§ Dr. Hidayat Nurwahid (mantan Ketua MPR RI
§ KH. Hasyim Muzadi (Ketua PB Nahdlatul Ulama)
§ Prof. Nurkholish Madjid mantan (Rektor Universitas Paramadina).
§ Dr. Din Syamsuddin (Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
§ KH. Abdurrahman Wahid, salah seorang kyai yang terkenal, adalah mantan Presiden Republik Indonesia. Ia adalah putra KH. Wahid Hasyim, seorang kyai yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah dua kali menjabat Menteri Agama di Indonesia. Sementara kakeknya adalah KH. Hasyim Asy'ari, seorang pahlawan nasional Indonesia dan pendiriNahdlatul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Lihat pula
§ (Indonesia) PPMI Assalaam - Solo Indonesia. Pimpinan PPMI Assalaam periode 2007-2010, Drs. H. Ma'ruf Rohmat, adalah alumni Gontor.
§ Al Mu'min - pesantren di Ngruki yang terkenal karena pimpinannya, Abu Bakar Ba'asyir dituduh terlibat konspirasi Bom Bali 2002.
§ Pesantren Hidayatullah
Referensi
1. ^ Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Alfabeta,CV, 2004) hal.153,154
2. ^ Hielmy, Irfan. Wancana Islam (ciamis:Pusat Informasi Pesantren,2000), hal. 120
3. ^ Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. Rekontruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005), hal.11
4. ^ HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hal.1
5. ^ Haedari, H.Amin. Transformasi Pesantren, (Jakarta: Media Nusantara, 2007), hal.3
6. ^ Majalah Tajdid (ciamis:Lembaga Penelitian dan Pengembangan, 2009), hal. 358
| ||